Harga Emas Meroket, Warga Antre Panjang: Tren Investasi atau Efek FOMO?
Jakarta - Lonjakan harga emas yang menyentuh rekor tertinggi dalam sejarah telah memicu antrean pembelian di sejumlah toko emas. Tidak hanya ramai di toko fisik, diskusi soal emas juga memanas di media sosial. Pertanyaannya: apakah masyarakat benar-benar sedang berinvestasi emas secara cerdas, atau hanya sedang terdorong efek Fear of Missing Out (FOMO)?
Harga emas pada April 2025 tercatat menembus angka fantastis, lebih dari Rp 1,9 juta per gram, naik drastis hingga 100,89 persen sejak awal tahun. Fenomena ini mirip dengan lonjakan saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu, ketika emas juga melesat hingga 26,48 persen.
Safe Haven Saat Ekonomi Tidak Stabil
Kenaikan harga emas bukan tanpa alasan. Dalam kondisi ekonomi global yang bergejolak, investor cenderung mencari "pelabuhan aman" atau safe haven. Emas adalah salah satu instrumen klasik yang dikenal tahan krisis.
Menurut Brian Lucey dan Sile Li (2019), emas memiliki korelasi nyaris nol dengan aset finansial lainnya, membuatnya menjadi pelindung nilai saat saham terjun bebas, suku bunga rendah, dan pasar uang melemah.
Data BPS: Emas Jadi Penyumbang Inflasi Tahunan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa emas perhiasan menjadi komoditas penyumbang inflasi tahunan terbesar dari Maret 2024 hingga Maret 2025, dengan kontribusi sebesar 0,44 persen.
Inflasi tahunan sendiri per April 2025 mencapai 1,03 persen (year-on-year), sementara inflasi bulanan (month-to-month) menyentuh 1,65 persen, menandakan pergerakan harga komoditas yang signifikan, termasuk emas.
Indonesia Eksportir dan Importir Emas
Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor emas peringkat ke-20 dunia, dengan volume produksi mencapai 70 ton per tahun. Sepanjang Januari-April 2024, nilai ekspor emas mencapai USD 3,2 miliar (setara Rp 52,3 triliun), dengan Swiss sebagai tujuan utama ekspor.
Namun, Indonesia juga mengimpor emas, terutama dalam bentuk logam mulia dan perhiasan dari Australia dan beberapa negara lainnya.
Investasi atau Sekadar Menjaga Nilai?
Di masyarakat, emas kerap dianggap sekadar sebagai alat lindung nilai terhadap inflasi, bukan instrumen investasi murni. Namun dalam teori ekonomi, emas tetap memenuhi syarat sebagai investasi karena memberikan potensi keuntungan saat dijual kembali.
"Memperdebatkan apakah emas itu investasi atau hanya penjaga nilai uang tidak terlalu esensial. Emas itu multifungsi," ujar seorang analis ekonomi.
Dengan likuiditas tinggi, potensi untung saat harga naik, dan ketahanan terhadap krisis, emas tetap menjadi opsi menarik bagi masyarakat dari berbagai kalangan.
Ketika FOMO Mengalahkan Logika
Menariknya, lonjakan harga emas kali ini justru diiringi oleh peningkatan permintaan—fenomena yang berlawanan dengan prinsip ekonomi klasik Adam Smith: ketika harga naik, permintaan seharusnya turun.
Pakar menilai fenomena ini dipengaruhi oleh derasnya informasi di media, tren media sosial, dan efek FOMO alias ketakutan masyarakat untuk tertinggal dari tren.
Namun FOMO pada emas tak selalu negatif. Keberanian masyarakat menabung emas bisa menjadi langkah positif dibanding menghabiskan dana untuk konsumsi tak produktif. Meski demikian, perlu edukasi finansial agar masyarakat membeli emas dengan bijak.
Tips Bijak Berinvestasi Emas
-
Gunakan uang dingin, bukan dana darurat atau hasil pinjaman.
-
Pahami price spread: ada selisih antara harga beli dan harga jual kembali.
-
Jadikan emas sebagai investasi jangka menengah-panjang, bukan spekulasi jangka pendek.
-
Waspadai fluktuasi harga yang dipengaruhi faktor global seperti nilai tukar, kondisi geopolitik, dan suku bunga.
-
Perkuat literasi keuangan, agar keputusan investasi didasari pengetahuan, bukan euforia.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dan gejolak pasar global, emas tetap tampil sebagai bintang. Namun, masyarakat perlu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup agar tidak terjebak dalam investasi impulsif yang berisiko. Ingat, emas bukan jaminan keuntungan instan—tapi bila dikelola dengan benar, bisa menjadi "perisai emas" bagi masa depan finansial.
Selamat berinvestasi, tetap bijak, dan jangan panik hanya karena tren.