Wacana pemberian insentif sebesar Rp 100 juta bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bersedia pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) terus menuai perdebatan. Usulan ini datang dari Analis Kebijakan Utama Kedeputian SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Arizal, dan langsung mendapat tanggapan kritis dari berbagai pihak, termasuk pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah.
Trubus menilai bahwa usulan tersebut memiliki nuansa politik yang kuat dan cenderung dibuat untuk menarik simpati ASN agar yakin terhadap proyek IKN. Dalam keterangannya pada Kamis, 8 Agustus 2024, Trubus menyatakan, "Saya lihat usulannya itu sangat politis sekali, sekadar menyenangkan ini (ASN), ya," ujar Trubus saat dihubungi oleh Kaltim Expose.
Lebih lanjut, Trubus menjelaskan bahwa ASN seharusnya siap ditempatkan di mana saja, selama masih di dalam wilayah Indonesia. Menurutnya, pemberian insentif yang besar justru tidak rasional dan bisa menimbulkan ketimpangan di antara ASN. "Gak rasional kan, karena ASN itu kan dalam kontraknya, Undang-undangnya sanggup ditempatkan di mana saja di seluruh wilayah Indonesia. Nah, IKN itu wilayah Indonesia," tegas Trubus.
Beban Anggaran dan Janji Kampanye
Jika usulan ini disetujui oleh pemerintah, Trubus memperingatkan bahwa hal ini akan berdampak besar pada anggaran negara, yang pada gilirannya bisa membebani pemerintahan Prabowo-Gibran. Trubus mengingatkan bahwa pemerintahan yang baru saja terbentuk ini memiliki sejumlah janji kampanye yang memerlukan anggaran besar untuk direalisasikan. "Dari mana anggarannya? Untuk makan siang yang programnya Pak Prabowo aja bingung, mau mikirin (insentif) ASN. Itu kan sebenarnya hanya untuk memprovokasi ASN pindah ke sana, tapi gak usah diprovokasi. ASN itu kalau diperintahkan pindah, dia (harus) pindah," ujar Trubus dengan nada tegas.
Dia juga mengingatkan bahwa pemberian insentif besar seperti ini bisa menjadi preseden buruk, dan malah berpotensi menimbulkan masalah di masa depan. Menurut Trubus, langkah ini tidak hanya membebani keuangan negara, tetapi juga bisa menciptakan kecemburuan di antara ASN yang tidak mendapat insentif serupa. "Kalau saya sebagai pengamat, jadi kesannya itu malah membenturkan antara ASN itu sendiri. Gak usah (ada) insentif. Pemerintah gak usah menjanjikan, gak usah membohongi, gak usah meninabobokan. Ini berbahaya nanti bagi pemerintahan berikutnya," kata Trubus memperingatkan.
Latar Belakang Usulan Insentif
Usulan insentif sebesar Rp 100 juta ini pertama kali diungkapkan oleh Arizal dalam acara ASN Fest pada 3 Agustus 2024. Arizal menyebutkan bahwa usulan ini muncul setelah beberapa kali rapat dengan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Menurutnya, insentif diperlukan untuk menarik minat ASN agar bersedia pindah ke IKN, terutama mengingat biaya hidup yang tinggi di sana, termasuk biaya pendidikan di sekolah internasional dan akses layanan kesehatan yang berkualitas.
"Enam kali kami sudah rapat dengan Dirjen Anggaran, kami usul tunjangan insentif. Ada sekolah internasional, rumah sakit internasional. Bagaimana ASN kalau gak ada insentifnya (bisa) bayar sekolah internasional itu?" ujar Arizal, seperti dikutip dari kanal YouTube resmi Kantor Staf Presiden.
Tantangan Persetujuan Anggaran
Meskipun demikian, Arizal juga mengakui bahwa proses persetujuan anggaran untuk insentif ini masih berlangsung dan menghadapi berbagai tantangan. Dia mengeluhkan bahwa persetujuan dari Kementerian Keuangan tidaklah mudah didapatkan, dengan banyak syarat yang harus dipenuhi. "Tahu sendiri Kemenkeu itu kalau usul soal uang, ribetnya minta ampun. Banyak sekali syaratnya, tapi kami berjuang terus. Sangat-sangat tidak menarik bagi ASN untuk mau pindah, ketika tidak diperhatikan insentifnya," tambahnya.
Namun, tantangan ini tampaknya belum menyurutkan semangat Arizal dan pihak Kemenpan RB untuk terus memperjuangkan usulan ini. Bagi mereka, insentif ini bukan hanya soal finansial, tetapi juga sebagai bentuk apresiasi terhadap ASN yang bersedia berkontribusi dalam pembangunan IKN.
Potensi Ketimpangan dan Dampak Sosial
Menanggapi usulan ini, Trubus Rahadiansyah menyoroti potensi ketimpangan sosial yang bisa muncul di kalangan ASN jika insentif ini disetujui. Menurutnya, pemberian insentif yang berbeda untuk ASN yang pindah ke IKN bisa menimbulkan rasa tidak adil di antara ASN yang bertugas di tempat lain. Hal ini, kata Trubus, justru akan menciptakan masalah baru yang bisa mengganggu stabilitas birokrasi di Indonesia.
Trubus juga mengingatkan bahwa ASN sudah mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah, sehingga pemberian insentif tambahan seperti ini seharusnya tidak perlu dilakukan. "ASN itu sudah banyak fasilitasnya, jadi gak perlu ditambah-tambah lagi dengan insentif yang malah bikin iri satu sama lain," pungkasnya.
Penutup
Kontroversi mengenai usulan insentif sebesar Rp 100 juta bagi ASN yang pindah ke IKN ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah dalam merealisasikan proyek IKN. Sementara pemerintah berupaya untuk menarik minat ASN agar mau pindah ke ibu kota baru, berbagai pihak, termasuk pengamat kebijakan publik seperti Trubus Rahadiansyah, terus mengingatkan tentang dampak politik, sosial, dan ekonomi yang harus dipertimbangkan secara matang.